Beranda | Artikel
Kewajiban Ittiba (Mengikuti Jejak) Salafush Shalih dan Menetapkan Manhajnya
Jumat, 18 Januari 2019

Bersama Pemateri :
Ustadz Yazid Abdul Qadir Jawas

Kewajiban Ittiba’ (Mengikuti Jejak) Salafush Shalih dan Menetapkan Manhajnya merupakan ceramah agama dan kajian Islam Ilmiah dengan pembahasan masalah ‘aqidah, disampaikan oleh Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas di Radio Rodja dan RodjaTV, pada Sabtu pagi, 4 Shafar 1440 H / 13 Oktober 2018 M.

Ceramah Agama Islam Tentang Kewajiban Ittiba’ (Mengikuti Jejak) Salafush Shalih dan Menetapkan Manhajnya

Kitab ini, Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah pada hakikatnyanya sudah selesai kita bahas. Setelah berjalan kurang lebih hampir delapan tahun. Tetapi karena banyaknya kaum muslimin dan muslimat yang baru tahu tentang aqidah Salaf, tentang manhaj Salaf, dan sebagian besar juga baru ngaji, maka saya mengulangi tentang masalah aqidah ini karena ini merupakan masalah yang penting. Terlebih lagi kalau kita lihat banyak juga para da’i, para ustadz, para penceramah yang tidak tahu tentang aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Pertama, banyak orang menyebut mereka mengikuti Ahlus Sunnah wal Jama’ah tapi kenyataannya jauh dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Banyak orang mengaku Ahlus Sunnah wal Jama’ah, tapi secara aqidah sangat jauh dengan apa yang diwahyukan oleh Allah kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, yang diyakini dan dipahami oleh para Sahabat dan diamalkan oleh mereka, yang diyakini oleh para Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in, para Imam-Imam yang dimuliakan oleh Allah.

Jadi, aqidah ini banyak yang mereka tidak tahu. Mereka hanya mengaku saja mengikuti aqidah ini, tapi kenyataannya mereka hanya mengaku. Maka kajian seperti ini harus sering diulang, supaya orang tahu tentang aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, tentang Manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah, tentang aqidah Salaf, manhaj Salaf, harus sering diulang. Sehingga orang betul-betul tahu tentang aqidah ini, tentang manhaj ini. Sehingga mereka berjalan diatas jalan ini.

Kedua, banyak juga para da’i, para ustadz, para kyai, mereka tidak tahu tentang aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Karena buku-buku yang mereka baca tidak sesuai dengan aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang difahami oleh para Sahabat Radhiyallahu ‘Anhum Ajma’in.

Ketiga, adanya orang-orang yang intisab (menisbatkan dirinya) kepada Salaf, menisbatkan dirinya kepada Ahlus Sunnah, tapi mereka hanya tahu secara umum saja, secara global, tetapi secara rinci tidak tahu. Padahal kita harus tahu dengan rinci. Dan dalam buku Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah ini dijelaskan rincian dari Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Meskipun belum seluruhnya, tapi itu Insyaallah sudah banyak mencakup dari apa yang diyakini dan difahami oleh Salafush Shalih. Jadi, ini penting untuk kita ulang dan terus kita ulang supaya betul-betul aqidah ini menjadi keyakinan.

Sebab orang, ketika dia belajar, ketika dia menuntut ilmu, yang pertama kali dipelajari dari ilmu itu adalah benar atau tidak. Sebab banyak orang belajar ilmunya tidak benar. Misalnya seseorang belajar ilmu kalam, filsafat atau tasawuf atau yang lain, bukan wahyu yang dipelajari. Maka ketika kita mengatakan “menuntut ilmu”, yang dimaksud adalah mempelajari Al-Qur’an dan Sunnah, mempelajari wahyu yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Al-Qur’an dan Sunnah ini harus difahami dengan pemahaman para Sahabat Radhiyallahu ‘Anhum Ajma’in. Karena mereka yang paling tahu tentang Qur’an, mereka paling tahu tentang Sunnah, mereka yang pertama kali beriman dan mereka yang pertama kali mengamalkan, mereka yang pertama kali mendakwahkan, dan mereka yang pertama kali juga berjihad menegakkan agama ini sebelum manusia menegakkan agama ini. Artinya, ada orang-orang yang ikhlas yang berjuang menegakkan agama ini, tapi jelas yang pertama kali menegakkan agama ini adalah para Sahabat Radhiyallahu ‘Anhum Ajma’in.

Maka dari itu, ilmunya harus jelas dulu. Kemudian setelah ilmu yang dipelajari jelas, Qur’an Wa Sunnah Ala Fahmi Salaf, yang kedua harus ada i’tiqad (keyakinan) dengan apa yang dikai, dengan dipelajari, dengan apa yang dipahami. Sebab ada orang belajar tapi tidak yakin, tidak ada manfaatnya pelajaran itu. Disamping dia harus memahami dan dia wajib meyakini. Karena tidak dikatakan ilmu kecuali dengan paham. Setelah itu diyakini.

Artinya dia harus meyakini dengan keyakinan yang benar dari hatinya dan dia betul-betul mengimani aqidah ini haq dan dia wajib berjalan diatas jalan ini. Kalau dia ingin selamat, dia wajib berjalan diatas jalan ini.

Kemudian setelah dia meyakini, meskipun dihujat orang banyak, meskipun dimusuhi orang banyak, harus yakin bahwa jalan yang kita tempuh adalah jalan yang haq. Dasarnya Al-Qur’an dan Sunnah Ala Fahmi Salaf. Ini jalan yang benar, jalan yang membawa pada keridhaan Allah, jalan yang membawa manusia ke surga.

Yakin, bukan dengan keyakinan yang dibuat-buat. Tapi yakin dengan dasar dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah yang sudah kita baca dalilnya, kita pahami, kita yakini, kemudian setelah itu ada Al-‘Amal. Atau dengan istilah para ulama dengan Al-Inqiyad. Yaitu kita harus betul-betul tunduk dan patuh kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Kalau sudah datang wahyu dari Allah, dalil dari Al-Qur’an, dari Sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kewajiban seorang mukmin dan mukminat, “sami’na wa atha’na” (kami dengar, kami taat).  Tunduk patuh kepada Allah dan RasulNya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ini yang akan membawa keselamatan.

Kalau tidak ada ketaatan, bagaimana dia berjalan menuju kepada Allah? Sebab Allah akan menilai dari apa yang dia amalkan, bukan ilmu yang dia pelajari sekian banyak, bukan keyakinan, tapi bagaimana dia mengamalkan. Karena ikrar lisannya harus dibuktikan dengan amal. Amal ini merupakan bagian dari pada iman. Bahkan termasuk rukun yang terbesar.

Tidak melakukan kesyirikan, tidak melakukan perbuatan-perbuatan bid’ah, betul-betul dia mengikuti wahyu. Ikhlas dan ittiba’. Ikhlas semata-mata karena Allah tidak berbuat syirik dan dia ittiba’ mengikuti Sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Diantara keotentikan aqidah ini, bahwa aqidah ini berpegang pada prinsip Taslim. Artinya kita wajib tunduk dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Akal ini wajib tunduk dengan Al-Qur’an dan Sunnah. kalau sudah ada dalil, sami’na wa atha’na. Maka orang beriman tidak dikatakan dia beriman sampai dia menyerah kepada apa yang Allah dan RasulNya tetapkan. Allah berfirman dalam surah An-Nisa surah yang ke-4 ayat 65,

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا ﴿٦٥﴾

Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisa`[4]: 65)

Mereka harus Taslim, menyerah dan menerima semua apa yang Allah wahyukan dan apa yang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ajarkan.

Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah sejalan dengan fitrah dan sesuai dengan akal yang sehat. Kemudian, mata rantai sanadnya sampai kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para Sahabatnya. Artinya aqidah ini, mahaj Salaf ini, mata rantainya (sanad) samping kepada Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Jadi tidak terputus. Sedangkan firqah-firqah yang sesat itu aqidah mereka, manhaj mereka sampai kepada pemimpinnya, tokohnya. Penisbatan mereka kepada tokohnya aqidah itu. Apakah itu syi’ah, khawarij, murji’ah, maturidiah, asy’ariyah atau yang lainnya.

Aqidah Salaf ini jelas dan gamblang. Tidak ada kesamaran sama sekali. Juga bebas dari kerancuan. Tidak ada kerancuan, tidak ada kontradiksi, tidak ada kesamaan, semua jelas.

Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah merupakan faktor utama bagi kemenangan dan kebahagiaan abadi dunia akhirat. Kalau orang mau bahagia, ikuti aqidah ini. Aqidah ini merupakan aqidah yang dapat mempersatukan umat Islam. Aqidah ini aqidah yang utuh, kokoh dan tetap langgeng sepanjang masa.

Simak menit ke-16:07

Dengarkan dan Download MP3 Kajian Tentang Kewajiban Ittiba’ (Mengikuti Jejak) Salafush Shalih dan Menetapkan Manhajnya



Artikel asli: https://www.radiorodja.com/46419-kewajiban-ittiba-mengikuti-jejak-salafush-shalih-dan-menetapkan-manhajnya/